SUNAH DAN MAKRUH DALAM BERPUASA (PEMBELAJARAN KLS 7A,7B, 7C, DAN 7D, SELASA 28 APRIL 2020)



PEMBELAJARAN HARI SELASA, 28 APRIL 2020 UNTUK SISWA KELAS 7





AMALAN SUNAH DAN MAKRUH DALAM BERPUASA



Puasa merupakan ibadah yang wajib dikerjakan saat bulan Ramadhan. Namun, puasa tak hanya sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan segala perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Seperti pernyataan  " Puasa itu bukanlah sebatas menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi puasa adalah menjauhi perkara yang sia-sia dan kata-kata kotor." (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1996. Tahqiq Syaikh Al-A'zami berkata ini shahih). Termasuk hal-hal yang dimakruhkan dalam berpuasa. Meski tidak membatalkan, melakukan hal yang makruh saat puasa Ramadhan akan merusak nilai dan esensi ibadahnya. Cukup disayangkan jika melakukan hal yang makruh saat puasa Ramadhan. Sebab kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja.
A.     AMALAN MAKRUH DALAM PUASA
Makruh ialah perbuatan yang bila dilakukan tidak menimbulkan dosa atau batalnya suatu ibadah, namun mengurangi nilai dari ibadah itu sendiri. Jadi, hal-hal yang bersifat makruh sebaiknya dihindari agar suatu ibadah yang kita jalani dapat lebih sempurna.
Lalu, apa saja yang dianggap makruh dalam puasa? Simak selengkapnya berikut ini!
Dari Sahabat Abu Hurairah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
«كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Betapa banyak banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya rasa lapar, dan betapa banyak orang yang melakukan ibadah malam harinya tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya begadang” (HR. Ahmad).
·         Tidur Sepanjang Hari
Ada sebuah hadits yang mengatakan,
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.
Perowi hadits di atas ialah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits tersebut disampaikan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Dalam riwayat lain, perowinya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr. Haditsnya disampaikan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul Ihya’ (1/310) dengan sanad hadits yang dho’if (lemah).
Kesimpulan: Hadits di atas adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).
Jika dalam tidur sepanjang hari, seseorang bisa lalai tidak melaksanakan shalat fardhu ataupun membuat puasanya menjadi tidak sempurna, maka jelas tidur tersebut tidak hanya makruh tetapi juga haram karena menyebabkan dosa.
Apabila memang sangat mengantuk, sebaiknya manfaatkanlah waktu tidur di siang hari menurut Islam. Dengan catatan, di waktu tersebut Anda tidak sedang bekerja atau mengemban amanah apapun yang memang sifatnya lebih diutamakan untuk dikerjakan.
·         Mencicipi Makanan
Biasanya hal ini dilakukan oleh kaum wanita (an-nisa) terutama ibu rumah tangga seusai memasak guna memastikan apakah rasa masakannya sudah pas atau belum. Ketahuilah hukum mencicipi makanan saat puasa adalah makruh, sebab dikhawatirkan makanan tersebut justru tertelan dan berpotensi membatalkan puasa.
Akan lebih baik bila yang mencicipi makanan tersebut adalah anggota keluarga yang tidak wajib berpuasa.
·         Berlebihan Dalam Berkumur dan Memasukkan Air ke Dalam Hidung di Siang Hari
Dalam adab berwudhu yang sesuai tuntunan, ada tahapan untuk berkumur dan membersihkan hidung atau yang disebut dengan istinsyaq. Bila dilakukan di malam hari, hal ini tidaklah mengapa. Namun, bila dilakukan di siang hari ada kekhawatiran akan adanya air yang tertelan atau masuk ke dalam hidung.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,
أَمَّا الْمَضْمَضَةُ وَالِاسْتِنْشَاقُ فَمَشْرُوعَانِ لِلصَّائِمِ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ . وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصَّحَابَةُ يَتَمَضْمَضُونَ وَيَسْتَنْشِقُونَ مَعَ الصَّوْمِ . لَكِنْ قَالَ لِلَقِيطِ بْنِ صَبِرَةَ : ” { وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا } فَنَهَاهُ عَنْ الْمُبَالَغَةِ ؛ لَا عَنْ الِاسْتِنْشَاقِ
“Adapun berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air dalam hidung) disyari’atkan (dibolehkan) bagi orang yang berpuasa dan hal ini disepakati oleh para ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada Laqith bin Shabirah, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (menghirup air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa. Yang dilarang saat puasa di sini adalah dari berlebih-lebihan ketika istinsyaq.” (Majmu’ah Al Fatawa, 25: 266)
Oleh karena itu, hukum berkumur pada saat puasa adalah diperbolehkan tetapi makruh, yang sebaiknya dihindari.
·         Menggunjing (Ghibah)
Menggunjing atau ghibah, yang bahasa kerennya menggosip, merupakan perbuatan yang makruh saat puasa Ramadhan. Perbuatan ini terkadang secara tidak sadar sering dilakukan oleh semua kalangan. Ghibah ini bahkan perbuatan yang dilarang. Mereka yang suka menggosip bahkan diibaratkan seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri.
·         Mandi dengan menyelam
Hal yang makruh saat puasa berikutnya adalah mandi dengan menyelam. Mengapa begitu? Karena bukan tidak mungkin ketika mandi dengan menyelam, ada air yang masuk walaupun sedikit ke dalam tubuh, baik melalui mulut atau lubang-lubang tubuh yang lain.
·         Sikat gigi atau siwak saat puasa
Meski diperbolehkan, ada baiknya saat berpuasa menyikat gigi tanpa menggunakan pasta gigi. Hal ini dikhawatirkan rasa pasta gigi masuk ke dalam mulut dan kerongkongan hingga hukumnya menjadi makruh.
·         Puasa secara wishal (tidak berbuka secara berturut-turut)
Makruh bagi mereka yang puasa dua hari atau lebih tanpa sedikit pun mengkonsumsi makanan atau minuman sepanjang siang dan malam. Hikmah dari larangan berpuasa secara wishal ini adalah agar tubuh tidak menjadi lemah untuk menunaikan berbagai kewajiban yang lain, seperti sholat, baca Alquran, bekerja, dan sebagainya.
Itulah beberapa hal yang dimakruhkan dalam puasa sesuai dengan syariat Islam. Semoga mampu menambah wawasan sekaligus menghindari hal-hal tersebut untuk menjaga puasa kita dengan lebih baik. Aamiin.


B. AMALAN SUNAH DALAM PUASA

Selama berpuasa wajib di bulan Ramadhan, terdapat ibadah yang dianjurkan. Yakni, sunnah-sunnah ketika berpuasa. Syekh Muhammad ibn ‘Umar Nawawi al-Bantani (w. 1316) telah merincinya kepada kita semua.  Dalam kitab Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in (Darul Fikr, Beirut, Cetakan I, h. 194), ia menulis ada 10 amalan sunnah yang harus kita pelihara saat berpuasa.
·        Pertama, makan sahur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:  تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً Artinya, “Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan,” (HR al-Bukhari).  Aktivitas sahur sendiri tercapai dengan menyantap sesuatu walaupun hanya sedikit atau hanya seteguk air. Waktunya adalah selepas tengah malam. Utamanya, ia diakhirkan selama tidak sampai masuk waktu yang diragukan: apakah masih malam atau sudah terbit fajar. Dalam hadis lain, Rasulullah menandaskan:  لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا أَخَّرُوا السَّحُورَ وَعَجَّلُوا الْفِطْرَ  Artinya, “Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka,” (HR Ahmad). 
·        Kedua, menyegerakan berbuka sebelum shalat maghrib. Namun, itu tentu dilakukan setelah yakin masuk waktu maghrib, berdasarkan hadis di atas. Saat pertama berbuka, sunnahnya dilakukan dengan kurma. Jika tidak ada, hendaknya dengan air, berdasarkan sabda Rasulullah:   إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا، فَلْيُفْطِرْ عَلَى التَّمْرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدِ التَّمْرَ، فَعَلَى الْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ Artinya, “Jika salah seorang berpuasa, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak ada kurma, maka dengan air. Sebab, air itu menyucikan,” (HR Abu Dawud).   Urutan sebaiknya, pertama dengan kurma basah (ruthab) jika ada. Jika tidak, maka dengan kurma kering (tamar). Jika tidak, maka dengan air. Sebab, sebuah riwayat menyebutkan, sebelum shalat maghrib, Rasulullah saw. selalu berbuka dengan kurma basah. Jika tidak ada, beliau berbuka dengan kurma kering. Jika tidak ada, beliau berbuka dengan air putih. Bagaimana seandainya tidak ada kurma dan air, yang ada misalnya madu dan susu, maka dahulukanlah madu walaupun sama-sama manis. 
·        Ketiga, membaca doa yang ma‘tsur sebelum atau setelah berbuka, antara lain dengan doa berikut:  اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلَتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَا وَاسِعَ الْفَضْلِ اِغْفِرْ لِي اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, hanya kepada-Mu aku bertawakal. Sungguh, rasa haus sudah sirna, urat-urat sudah basah, dan balasan sudah tetap, insya Allah. Wahai Dzat yang maha luas karunia-Nya, ampunilah aku. Segala puji hanya milik Allah Dzat yang telah memberiku petunjuk, hingga aku kuat berpuasa. Lalu Dia memberiku rezeki, hingga aku bisa berbuka.”   Atau dengan doa yang lebih pendek dan masyhur:  اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, berkat rahmat-Mu, wahai Dzat yang maha penyayang di antara para penyayang.”
·        Keempat, mandi besar dari junub, haid, atau nifas sebelum terbit fajar agar bisa menuanikan ibadah dalam keadaan suci, di samping khawatir masuk air ke mulut, telinga, anus, dan sebagainya jika mandi setelah fajar. Kendati tidak bersedia mandi seluruh tubuh sebelum fajar, hendaknya mencuci bagian-bagian tersebut (yang sekiranya rawan masuk air) disertai dengan niat mandi besar.  
·        Kelima, menahan lisan dari perkara-perkara yang tak berguna, apalagi perkara haram, seperti berbohong dan mengumpat. Sebab, semuanya akan menggugurkan pahala puasa. 
·        Keenam, menahan diri dari segala hal yang tak sejalan dengan hikmah puasa, meskipun itu tidak sampai membatalkan, seperti berlebihan dalam mengadakan makanan atau minuman, bersenang-senang dengan perkara-perkara yang sejalan dengan keinginan dan kepuasan nafsu, baik yang didengar (seperti musik), ditonton, disentuh, diraba, dicium, dan sebagainya. Sebab semua itu tak seiring dengan hikmah dari ibadah puasa.  
·        Ketujuh, memperbanyak sedekah, baik kepada keluarga, kaum kerabat, maupun tetangga. Berilah mereka makanan secukupnya. Kendati tidak ada, jangan sampai luput walau hanya seteguk air atau sebiji kurma, berdasarkan sabda Rasulullah saw.: مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ Artinya, “Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad).   Selain itu, juga sebaiknya memperbanyak baca Al-Quran, belajar Al-Quran, menuntut ilmu, berdzikir, berbuat baik di mana pun, walaupun saat berada di jalan. Dasarnya adalah Rasulullah saw. selalu memeriksa hapalan Al-Quran-nya kepada malaikat Jibril setiap malam di bulan Ramadhan.
·        Kedelapan, memperbanyak i'tikaf di masjid. Sebaiknya dilakukan sebulan penuh. Jika tidak, sepuluh malam terakhir diutamakan. Sebab, jika memasuki sepuluh malam terakhir, Rasulullah saw. selalu menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggang sebagai bentuk kesiapan menjalankan ibadah. Namun, karena pada bulan puasa kali ini terdapat wabah, alangkah baiknya kita mematuhi fatwa pemerintah dan kementerian agama. Yakni, kita melaksanakan iktikaf  dan shalat tarawih di rumah.
·        Kesembilan, Menunaikan ibadah shalat Tarawih dan shalat Witir. Namun, karena pada bulan puasa kali ini terdapat wabah, alangkah baiknya kita mematuhi fatwa pemerintah dan kementerian agama. Yakni, kita melaksanakan iktikaf  dan shalat tarawih di rumah.

·         Kesepuluh, mengkhatamkan Al-Quran setidaknya sekali selama bulan Ramadan. Maksimalnya tentu sebanyak-banyaknya, seperti para ulama terdahulu. Bahkan, setiap bulan Ramadhan, Imam al-Syafi‘i mengkhatamkannya hingga 60 kali. 
·        Kesebelas, istiqamah dalam menjalankan amaliah Ramadhan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya.

Nah, anak-anak yang kami banggakan, bacalah dengan teliti dan pahami isi yang terkandung dalam paparan materi tersebut. Harapan Ibu, setelah kalian pahami kalian catat hal-hal penting dalam buku tulis untuk selanjutnya kalian terapkan  amalan-amalan sunah dalam menjalankan ibadah puasa dan kalian hindari hal-hal yang makruh dalam menjalankan puasa agar kita tetap mendapat pahala dari puasa kita. Selamat Menjalankan Ibadah Puasa, semoga puasa dan amal ibadah kita diterima Allah SWT. Amiin.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ADAB BERDOA - MATERI RAMADHAN KELAS 7A, 7B, 7C, DAN 7D (SELASA, 5 MEI 2020)

MENULIS SURAT PRIBADI DAN SURAT DINAS KLS 7C DAN 7B (SENIN, 30-3-2020)